Batam – Konflik antara pembangunan industri dan keberadaan masyarakat adat kembali mencuat di Batam. Komunitas suku laut yang mendiami tiga pulau—Pulau Lingka, Pulau Bertam, dan satu pulau lainnya di kawasan Kecamatan Sembulang dan Belakang Padang—menyuarakan penolakan tegas terhadap kehadiran PT Batam Internasional Navale (PT BIN).
Penolakan ini dipicu oleh tindakan perusahaan yang dinilai mengabaikan eksistensi masyarakat adat, termasuk menutup akses jalan utama antar-kecamatan dengan pagar, yang belakangan dibongkar menyusul intervensi aparat.
Menurut Ketua Suku Laut, Sam Palele, PT BIN dianggap tidak menghormati nilai-nilai budaya dan tanah adat Melayu. Ia menyebut kehadiran perusahaan tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupan sosial dan kultural masyarakat suku laut, khususnya generasi muda yang menggantungkan hidup pada kearifan lokal dan ekosistem pulau.
“Kami sudah sepakat. Tidak ada tempat bagi PT BIN di wilayah kami. Mereka tidak pernah datang dengan niat baik untuk berdialog, apalagi menghormati kami sebagai masyarakat adat,” tegas Sam Palele, Minggu (6/7/2025).
Sam juga mendesak agar Kepala BP Batam yang juga Walikota Batam Amsakar Achmad, Gubernur Kepri, dan Forkopimda segera mencabut izin usaha PT BIN, yang disebut-sebut memiliki afiliasi dengan keluarga konglomerat nasional.
Penolakan ini menambah deretan kritik terhadap PT BIN yang sebelumnya telah disorot oleh aktivis lingkungan dan kelompok masyarakat sipil atas dugaan pelanggaran ruang hidup dan akses publik di wilayah pesisir.
Komentar